CURRENTLY READING: Francis Grose's Superstitions: Omens, Charms, Cures 1787

Friday, October 19, 2012

Thursday, October 11, 2012

Long Scrap

Tau apa mereka tentang kebahagiaanmu?

Seorang ayah yang menahun menjadi pegawai, melarang anak gadisnya untuk menikahi seorang pengusaha. 
"Nanti hidup kamu susah, pengusaha itu tidak pasti pemasukannya."
Seorang ibu bersuamikan profesor ekonomi, melarang anaknya berpacaran dengan seniman yang kuliah disekolah seni.
"Seniman itu tidak jelas, belum tentu bisa berpenghasilan."
Seorang ayah yang waktu kuliahnya tidak banyak berkegiatan, melarang anaknya untuk keluar selain untuk kuliah. 
"Buat apa, cepat lulus dengan nilai cumlaude dan dapat beasiswa." 

Seseorang yang tinggal ditengah-tengah keluarga yang demokratis dan bebas, tak henti-hentinya mengkasihani orang lain, yang tidak bisa melawan atau menolak perintah orang tuanya yang mulai keterlaluan. 
"Kalau gue sih udah langsung gue bilang ngga dan gue tinggal aja."
Lain lagi dengan orang yang terbiasa hidup sulit, diam-diam membenci teman-temannya yang begitu mudah bepergian, mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit. 
"Emang, gue ngga kayak lu-lu pada yang duitnya ga ada nomer serinya, gue ngga bisa temenan sama gaya hidup lu."
Tidak semua orang mau repot-repot memahami, bahwa ada bentuk kebahagiaan lain selain yang mereka tau. Bahwa ada halangan lain, selain yang mereka hadapi. Bahwa kenyataannya, tak selamanya kita diberi daya tahan dan daya serap yang sama. Untuk orang yang selalu berusaha melihat dari dua sisi, saya seringkali berdialog dengan diri sendiri. Mengurangi frekuensi saya menghakimi, karena tidak mudah menempelkan cap di hidup seseorang, hanya dengan pengetahuan yang saya punya.

Sangat wajar apabila si ayah yang pegawai, menganggap calon menantu yang berprofesi pengusaha tidak akan membuat anaknya bahagia. Karena sang ayah bukan pengusaha, dan hidupnya selama ini lebih dari cukup dengan menjadi pegawai. Sang ayah tidak mau repot-repot berpikir, bahwa ada bentuk kebahagiaan lain selain materi yang cukup dan penghasilan yang pasti. Maka, anaknya pun tidak akan bahagia jika tidak hidup seperti dirinya. Begitu juga sang ibu dan ayah yang lain. Hanya dengan menjadi seperti mereka, sukses, berkecukupan, dan hanya dengan jalan seperti mereka, orang lain bisa mencapai kebahagiaan.

Wajar pula jika seseorang yang seumur hidupnya tinggal bersama orang-orang yang mudah menerima dan mendengar, untuk mengkasihani orang lain yang seperti tidak berani memperjuangkan pendapatnya. Karena orang itu tidak pernah menghadapi orang tua yang sama dengan orang lain. Orang itu tidak sampai berpikir, bahwa ada tipe orang tua yang berbeda yang membentuk pribadi yang berbeda pula. Maka, tidak semua orang semudah itu mengeluarkan pendapat, tidak semudah itu orang menolak aturan. Sama seperti orang yang hidupnya sulit, memandang temen-temannya yang berbeda, lebih mudah untuk menolaknya, memandangnya sebagai hal yang buruk, ketimbang berusaha memahami, bahwa tidak semua orang punya kepekaan yang sama.

Seberapa besarkah waktu kita hanya untuk diam dan berpikir, kebahagiaan macam apa yang dipilih orang lain, sebelum kita mengeluarkan kata-kata hina? Tidakkah kita sadari, bahwa jalan termudah memberi kritik ketika kamu sudah diterima? Dan jalan untuk diterima, adalah dengan cara menerima dulu, bahwa ada bentuk lain dari yang kita jalani, yang kita ketahui.

Hidup lebih lama tidak selalu menjadikanmu lebih dapat merasa. Ilmu yang lebih tinggi tak menjaminmu lebih mengerti. Bahwa kerendahatian adalah kunci kecilmu untuk masuk ke kebahagiaan orang lain.




Cheers, D

Monday, October 08, 2012

How long has it been since someone touched part of you other than your body? - Laurel Hoodwrit